Pada 26 Juli 2024, para seniman yang tergabung dalam serikat SAG-AFTRA di Amerika Serikat memulai aksi mogok kerja setelah negosiasi yang panjang dengan perusahaan-perusahaan besar video game gagal menemui titik temu. Aksi ini berlanjut hingga enam bulan kemudian, menyebabkan penundaan dalam produksi game dan para aktor kehilangan pekerjaan.
Namun, mengapa negosiasi ini begitu lama? Salah satu suara yang menonjol dalam perdebatan ini adalah Jennifer Hale, aktor terkenal yang pernah berperan dalam Mass Effect dan sejumlah game besar lainnya. Hale menyatakan, “AI adalah masalah eksistensial kita semua,” menyoroti betapa besarnya dampak kecerdasan buatan terhadap industri ini.
Apa yang Mendasari Mogok Kerja?f
Negosiasi antara serikat pekerja dan perusahaan pengembang video game berjalan sangat lama karena adanya perbedaan pandangan yang mendalam mengenai bagaimana kecerdasan buatan (AI) harus digunakan dalam produksi game. Hale menjelaskan bahwa banyak pihak di meja perundingan yang memiliki pemahaman berbeda tentang bagaimana produksi seharusnya dilakukan. Beberapa produser lebih terbuka untuk mencari solusi yang produktif, sedangkan sebagian lainnya, yang mungkin mewakili kepentingan perusahaan besar, lebih berhati-hati dan mengutamakan perlindungan keuntungan jangka panjang.
Hale mencatat, “Aku sudah berbicara dengan kedua belah pihak selama beberapa bulan terakhir, dan ada begitu banyak agenda yang dimainkan.” Hal ini menggambarkan betapa kompleksnya masalah ini, dengan banyaknya kepentingan yang bertabrakan dan menyebabkan lambannya proses perundingan.
Perbedaan dengan Mogok Kerja Sebelumnya
Sebelumnya, pada tahun 2016, serikat SAG-AFTRA juga pernah melakukan mogok kerja yang berlangsung selama 18 bulan. Hale yang terlibat dalam perundingan waktu itu menjelaskan perbedaan mendasar antara mogok kerja 2016 dan yang terjadi sekarang. Dulu, meskipun ada ketegangan, perundingan berlangsung dengan lebih terbuka dan tanpa banyak pihak yang terlibat di luar ruang perundingan. Namun, kali ini perdebatan menjadi lebih terfragmentasi. “Kami tidak diizinkan untuk berbicara langsung dengan satu sama lain. Kami hanya bisa berdiskusi dengan pengacara, dan pengacara akan berbicara dengan pengacara lainnya,” ujarnya.
AI: Senjata Dua Mata
Hale menggambarkan AI sebagai alat yang memiliki dua sisi. Dalam konteks ini, AI bisa menjadi “palu” yang berguna untuk membangun sesuatu, namun juga bisa menjadi alat yang menghancurkan jika digunakan dengan cara yang salah. “AI bisa membangun rumah untukmu dengan palu tersebut. Namun, dengan palu itu pula, ia bisa menghancurkanmu dan menghancurkan jati dirimu,” katanya.
Kekhawatiran para seniman dan pekerja industri game terkait penggunaan AI ini tidaklah berlebihan. Banyak yang khawatir bahwa AI bisa menggantikan peran manusia dalam berbagai aspek produksi, termasuk pengisi suara dan gerakan karakter. Hal ini tentu akan berdampak besar pada kehidupan para pekerja yang bergantung pada pekerjaan di industri ini.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dengan ketegangan yang semakin memuncak dan mogok kerja yang terus berlanjut, belum ada tanda-tanda bahwa kesepakatan akan tercapai dalam waktu dekat. Sebagian pihak berpendapat bahwa industri video game harus menemukan cara untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi, termasuk penerimaan terhadap AI, sementara yang lainnya merasa bahwa teknologi ini justru akan merusak fondasi kreatif yang telah ada.
Para penggemar dan pemain game kini hanya bisa berharap agar masalah ini cepat selesai, karena setiap penundaan lebih lanjut akan memengaruhi produksi game yang sudah ditunggu-tunggu banyak orang. Sementara itu, para seniman dan pekerja industri video game terus berjuang untuk melindungi hak mereka di tengah perdebatan besar tentang masa depan AI dalam industri hiburan.
Bagaimana menurut kalian, apa dampak AI terhadap dunia game? Apakah ini langkah maju atau justru ancaman bagi para seniman? Bagikan pendapat kalian di kolom komentar!